Senin, 16 November 2009

Ayo Kompak Usut Kejahatan Kerah Putih Century

SKANDAL Bank Century merupakan bukti dahsyatnya kejahatan kerah putih (white collar crime). Bayangkan, tiga pemegang saham, Robert Tantular, Hesham Al Warraq Thalat, dan Rafat Ali Rijvi, diduga membawa kabur uang sekitar Rp 11,7 triliun ke luar negeri!
Kita tahu, hanya kaum terdidik yang punya kompetensilah yang bisa melakukan kejahatan seperti itu. Inilah kejahatan kaum kerah putih yang harus dibersihkan oleh pemerintahan SBY. Ini tantangan berat, sebab melibatkan orang-orang kuat dan berduit, para plutokrat dan sindikat elite.
Meski begitu, Presiden SBY tak perlu ragu segera menindak tegas para pelaku di balik kejahatan perbankan ini. Rakyat berdiri di belakang SBY, jika SBY berani memberantas kejahatan kerah putih di Bank Century ini. Sudah keterlaluan jahatnya.
Para analis ekonomi-politik menyerukan agar rakyat bersatu di belakang SBY untuk menuntaskan skandal bank gagal itu. Para pengamat yakin bahwa kejahatan adalah sebuah skandal kelas kakap.
Sehingga rakyat akan mendukung SBY, termasuk dalam memeriksa semua petinggi yang terlibat, baik di KSSK pimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani maupun Bank Indonesia di era Boediono. Ini bukan soal like and dislike, melainkan soal kebenaran dan keadilan. Jadi, BPK, KPK, Polri, dan Kejagung harus kompak menuntaskan skandal ini.
Kami menyerukan agar Nahdlatul Ulama, Muhamadiyah, HMI, PMII, PII, IMM, GPI, GMNI,PMKRI, GMKI, BEM-BEM mahasiswa, dan semua organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan bersatu padu mendukung langkah SBY membongkar skandal mengerikan itu. Presiden SBY harus yakin bahwa mandat rakyat tak boleh dikhianati.
Ingat, dalam kasus skandal Bank Indonesia Rp 100 miliar yang melibatkan besan presiden, yakni Aulia Pohan, Presiden SBY pernah bertindak tegas. Apalagi dalam kasus Century yang amat memalukan dan menyulitkan pemerintah ini,
Jaksa Agung Hendarman Supandji bahkan bertanya-tanya bagaimana ketiga pemegang saham Bank Century, yaitu Robert Tantular, Hesham Al Warraq Thalat, dan Rafat Ali Rijvi, itu membawa kabur uang yang totalnya US$ 11,7 miliar atau sekitar Rp 11,7 triliun itu ke luar negeri. Tidakkah seharusnya dana sebesar itu bisa dilacak pihak yang berwenang?
Sekal lagi, tindakan menggelontorkan dana ke Bank Century yang diselimuti kriminalitas itu dinilai banyak pihak sebagai tindakan keliru. Tindakan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang juga Menko Perekonomian Sri Mulyani disinyalir merupakan tindakan pidana yang meliputi dua aspek, yaitu politik dan hukum.
Secara politik, ada kaitannya dengan pengambilan keputusan di level pemerintah yang kurang tepat dalam pemberian dana bail out ke Bank Century. Sedangkan secara hukum, publik masih menunggu hasil pemeriksaan BPK lebih jelas tentang ada atau tidaknya campur tangan Sri Mulyani.
Pada 23 november 2008 dikucurkan dana Rp2,776 triliun BI. Untuk CAR 8% dibutuhkan Rp2,655 triliun. Dalam peraturan, LPS dapat menambahkan modal sehingga CAR 10% yaitu Rp2,776 triliun.
Selanjutnya, pada 5 Desember 2008 dikucurkan Rp2,201 triliun untuk memenuhi ketentuan tingkat kesehatan bank. Jelas-jelas sudah dinyatakan sebagai bank gagal, namun kenapa masih diberi tambahan Rp4,9 triliun? Hal ini oleh para pengamat hukum dianggap sudah tindakan pidana.
Dalam konteks ini, menarik kita cermati pembengkakan dana penyelamatan Bank Century dari semula Rp632 miliar menjadi Rp6,7 triliun, merupakan bentuk ketidakadilan pemerintah kepada rakyat, termasuk pedagang informal, UKM dan kaum miskin.
Bank Century mendapat suntikan dana besar dengan proses pengucuran dana dalam waktu singkat, padahal Bank Century merupakan bank swasta dan hanya segelintir orang yang menyimpan uang pada bank tersebut.
Hal itu menjadi ironis, karena sektor informal dan UKM lebih membutuhkan bantuan. Pengusaha UKM tidak semata membutuhkan dana segar, mereka justru membutuhkan keberpihakam dan bunga pinjaman rendah, yaitu pada kisaran 11-12%.
Begitu banyaknya kritik dan koreksi dari civil society, telah menyadarkan kita betapa pentingnya audit BPK dan langkah KPK mengawal dan menuntaskan skandal Bank Century ini. Agar duduk perkaranya jelas, transparan dan bisa dipastikan siapa yang harus bertanggung.
Kita tak ingin pihak-pihak yang bertanggung jawab lolos begitu saja. Semua ini dimaksudkan agar menjadi pelajaran yang berharga dan para teknokrat ekonomi tak perlu mengulanginya kembali perbuatannya ini.
Sebab, melakukan bail out kepada bank gagal karena diliputi kriminalitas, tidaklah masuk akal dan tidak layak. 'Perampokan' bank seperti kasus Bank Century sudah lebih dari cukup sebagai bukti bahwa bail out untuk bank gagal ini merupakan tindakan teknokrasi yang salah, fatal, dan amat mahal.
Darmawan Sinayangsah, Deputi Direktur Freedom Foundation dan alumnus FISIP-UI dengan tesis mengenai krisis moneter dan skandal perbankan era Orde Baru
Arti pailit, keadaan debitor dimana debitor tidak mampu melakukan pembayaran utang kepada para kreditornya karena hal-hal yang tidak dapat dipastikan. Contohnya, kenaikan harga minyak mendadak sehingga banyak perusahaan angkutan tidak bisa menbayar kreditnya ke finance. Jadi, dengan kesimpulan kalau bukan uang dari utang maka bukan tergolong pailit.

Teori leverage
(contoh I)
Perusahaan dhana’s taxi
Modal sendiri : 1 M, @mobil harganya 100 juta, bisa dapat 10 mobil. Setoran permobil dalam sehari adalah 300rb(sebelum BBM naik), jadi 300rb kalikan 30 hari = 9jt, kemudian 9jt kalikan 10 armada= 90jt. Jadi pengsilannya 90 juta per bulan.

Bandingkan, Modal sendiri 1M dan mengambil utang bank 9M, jadi totalnya 10M,, jumlah itu bisa untuk membeli sekitar 100unit mobil, ehmm sungguh luar biasa bedanya, sehingga penghasilannyapun bertambah menjadi 10 kali lipat dari yang modal sendiri yaitu, 900juta. Nah, jangan berhenti membaca dulu. intinya bukan itu, intinya adalah inilah yang disebut sebagai keadaan yang tidak bisa dipastikan oleh debitor, yaitu pada saat debitor udah gencar-gencarnya nih ambil kerdit, tiba-tiba BBM ongge, alias naik, jadi nya si debitor gak bisa melanjutkan pembayaraannya kepada financekan. inilah yang dimaksud debitor gakbisa membayar utangnya alias pailit.
So, this is the theorie, Bankrupt (pailit), is the state or condition of one who is unable to pay his debts as they are, or became due.(black law dictionary).
Kemudian pertanyaannya adalah untuk apa kepailitan itu?
Yups, this is the answer…
Yang pertama, agar harta menjadi sita umum, jadi harta gak bisa di transksikan.(atau dengan kata lain untuk menghindari siapa cepat, dapat, Dan tidak cepat gak dapat).
Kedua, menghindari konsep siapa kuat menang Dan siapa lemah kalah.
Ketiga, untuk memberi kepastian Dan keadilan, maksudnya adalah dengan pailitnya debitor maka bank akan menjadi yakin akan kepastian harta yang telah di sita.
Suatu Contoh :
Dampak kenaikan BBM yang unpredictable pada contoh satu(I) hanya akan dirasakan oleh pengusaha angkutan yang modalnya dari pinjaman utang bank untuk membeli mobil-mobil angkutan, mengapa? Karena BBM naik maka otomatis oprasional mobil untuk bensin juga naik yang menyebabkan ongkos angkot naik sehingga orang-orang yang naik angkot berkurang, dampaknya pada setoran yang menurun, missal sebelum harga BBM naik setoran 300rb, karena BBM naik jadi 100rb, maka turun 200rb dari setoran per mobil, jika ada 100 mobil, -200rb kalikan 100 armada jadi –(minus 20 jt) per hari kalikan 30 hari maka minus(-600jt perbulan) padahal biaya yang harus dikeluarkan 700 jt per bulan sehingga dengan keadaan seperti itu perusahaan tidak kuat bayar Dan akhirnya pailit.
Narasumber : Dr. Hadi Subhan, S.H.,M.H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar