Jumat, 11 Desember 2009

Jangan benci aku Mama!!!

Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki,

wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku,

memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini

memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain

saja untuk dijadikan budak atau pelayan.

Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya

membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun

melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya

menamainya Angelica.

Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami

mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak

yang indah-indah.

Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa

stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu

melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu

menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal

dunia. Eric sudah berumur

4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang

yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan

membuat saya menyesal seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung

kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya

tinggalkan begitu saja. Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah

rumah kami laku terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5

tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.

Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia

Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat

buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah

sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica telah

berumur

12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan.

Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang

mengingatnya.

Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak.

Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat ke arah

saya.

Sambil tersenyum ia berkata, "Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu

cekali pada Mommy!"

Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya

menahannya, "Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak

manis?"

"Nama saya Elic, Tante."

"Eric? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?"

Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai

perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba

terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film

yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa

jahatnya perbuatan saya dulu.Rasanya seperti mau mati saja saat itu.

Ya, saya harus mati..., mati..., mati... Ketika tinggal seinchi jarak

pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba

bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan

menjemputmu Eric...

Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan

Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping. "Mary, apa yang

sebenarnya terjadi?"

"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal

yang telah saya lakukan dulu." tTpi aku menceritakannya juga dengan

terisak-isak. ..

Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami

yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya

keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap

lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya

mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan

lamanya dan Eric..

Eric...

Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan

sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang

terbuat dari bambu itu. Gelap sekali... Tidak terlihat sesuatu apa

pun! Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan

kecil itu.

Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada

sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya

mengamatinya dengan seksama... Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali

potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan

Eric sehari-harinya. ..

Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, saya

pun keluar dari ruangan itu... Air mata saya mengalir dengan deras.

Saat itu saya hanya diam saja. Sesaat kemudian saya dan Brad mulai

menaiki mobil untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, saya melihat

seseorang di belakang mobil kami. Saya sempat kaget sebab suasana saat

itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian

kotor.

Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala

ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.

"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!"

Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal

dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?"

Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk!

Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini,

Eric terus menunggu ibunya dan memanggil, 'Mommy..., mommy!' Karena

tidak tega, saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal

Bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai

pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti

itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia

belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis

ini untukmu..."

Saya pun membaca tulisan di kertas itu...

"Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi...? Mommy marah sama

Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji

kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom..."

Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan...

katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang!

Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!"

Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.

"Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric

telah meninggal dunia.. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya

sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan

di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut

apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya

ada di dalam sana ... Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari

belakang gubuk ini... Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang

lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana .

Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar